Hell-o!

Selasa, 22 November 2016

DAFTAR OBJEK WISATA

Wisata Alam yang berada di propinsi Riau pulau Sumatera

Provinsi Riau memiliki bermacam-macam pariwisata alam seperti Air Terjun diantaranya yaitu :
  1. Air Terjun 86 - Indragiri Hilir
  2. Air Terjun Aek Martua - Rokan Hulu
  3. Air Terjun Alahan - Kampar
  4. Air Terjun Delapan Tingkat (Lembah Gemuruh)
  5. Air Terjun Granit - Indragiri Hulu
  6. Air Terjun Guruh Gemurai - Kuantan Singingi
  7. Air Terjun Merangin - Kampar
  8. Air Terjun Pangkalan Kapas - Kampar
  9. Air Terjun Tembulun Rusa - Indragiri Hilir
  10. Air Terjun Tujuh Tingkat Batang Koban - Kuantan Singingi
Pulau Jemur yang berada di propinsi Riau pulau Sumatera

Terletak kurang lebih sekitar 45 mil dari pusat ibukota Kabupaten Rokan Hilir, Bagansiapiapi, dan berjarak sekitar 45 mil dari negara tetangga yakni negara Malaysia, selain itu propinsi Sumatera Utara merupakan propinsi yang terdekat dengan Pulau Jemur.

Pulau Jemur sebenarnya merupakan sebuah gugusan pulau-pulau yang terdiri dari beberapa buah pulau antara lain yaitu, pulau Tekong Emas, pulau Tekong Simbang, pulau Labuhan Bilik serta di kelilingi pulau-pulau kecil lainnya.

Pulau-pulau yang terdapat di pulau Jemur ini memiliki bentuk lingkaran sehingga di bagian tengahnya menjadi sebuah laut yang tenang. Pada saat musim angin barat laut tiba, gelombang laut yang ada di Selat Malaka sangat besar, dan biasanya para nelayan-nelayan setempat yang sedang melaut berlindung di bagian tengah dari pulau Jemur, karena air laut pada kawasan tersebut relatif tenang.

Setelah gelombang laut sudah mulai mengecil atau badai berkurang barulah para nelayan kembali keluar untuk memulai lagi aktivitas untuk menangkap ikan. Pulau Jemur ini mempunyai pemandangan dan panorama alam yang sangat indah, selain itu Pulau Jemur ini juga amat kaya dengan hasil lautnya, dan pulau ini sering dimanfaatkan oleh para penyu untuk menyimpan telur-telurnya di bawah lapisan pasir-pasir yang berada di pantai.

Selain itu di pulau Jemur juga terdapat beberapa potensi pariwisata yang lain diantaranya adalah Goa Jepang, Mercusuar, sisa-sisa pertahanan Jepang, batu Panglima Layar, taman laut dan pantai berpasir kuning emas.

Taman Nasional Bukit Tiga Puluh yang berada di propinsi Riau pulau Sumatera

Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) memiliki luas sekitar 144.223 Hektar, dengan ekosistem hutan hujan tropika daerah dataran rendah (lowland tropical rain forest), kawasan daerah ini merupakan peralihan di antara hutan rawa dan hutan pegunungan dengan ekosistem yang unik dan berbeda jika dibandingkan dengan kawasan taman-taman nasional lainnya yang ada di Indonesia.

Bukit Tiga Puluh ini merupakan sebuah hamparan perbukitan yang terpisah dari rangkaian pegunungan Bukit Barisan dan berbatasan dengan propinsi Jambi, daerah ini merupakan sebuah daerah tangkapan air (catchment area) sehingga membentuk beberapa sungai-sungai kecil yang juga merupakan hulu dari sungai-sungai besar di daerah sekitarnya. Jenis-jenis fauna yang terdapat dan bisa dijumpai di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh antara lain yaitu :
  1. Harimau Sumatera
  2. Beruang Madu
  3. Tapir
  4. Siamang
  5. Kancil
  6. Babi Hutan
  7. Burung Rangkong
  8. Kuaw, dan berbagai macam jenis satwa lainnya.
Sedangkan beberapa jenis flora yang langka dan diduga endemik di kawasan tersebut adalah Cendawan Muka Rimau (Rafflesia haseltii). Selain tempat ini juga merupakan habitat dari berbagai macam jenis flora dan fauna langka yang dilindungi, kawasan TNBT juga sebagai tempat hidup dan bermukim beberapa komunitas masyarakat dari suku asli seperti Talang Mamak, Anak Rimba, dan Melayu Tua.


Pantai Rupat Utara Tanjung Medang yang berada di propinsi Riau pulau Sumatera

Pantai Rupat Utara Tanjung Medang Berlokasi di Kecamatan Rupat, Pulau Rupat. Daerah Kawasan Pantai Pasir Panjang terdiri dari beberapa bagian yaitu Tanjung Medang, Teluk Rhu dan Tanjung Punak di Kecamatan Rupat yang berhadapan langsung dengan Kota Dumai, tempat ini dapat dengan mudah dicapai karena dari Dumai tersedia beberapa transportasi laut untuk penumpang umum.

Pasir yang terdapat di pantai ini memiliki warna yang putih dan bersih dan memungkinkan para pengunjung untuk mandi, berjemur, berolahraga air, rekreasi keluarga dan bersantai untuk menikmati kejernihan air lautnya dengan ombak yang sedang.

Air Terjun Aek Martua yang berada di propinsi Riau pulau Sumatera

Air Terjun Aek Martua terletak di kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Rokan Hulu merupakan sebuah air terjun yang bertingkat-tingkat, sehingga sering juga disebut air terjun tangga seribu, tempat ini dapat ditempuh melalui jalan darat, kurang lebihnya kira-kira dua per tiga dari bawah terdapat kuburan pertapa Cipogas, dengan air terjun yang memiliki bentuk bertingkat-tingkat, sungguh mengagumkan panorama alamnya untuk dinikmati.

Objek Wisata Bono yang berada di propinsi Riau pulau Sumatera

Objek Wisata Bono terletak di Desa Teluk Meranti, di sepanjang Sungai Kampar dan Sungai Rokan. Bono adalah sebuah fenomena alam yang datang sebelum air laut pasang. Di mana air laut mengalir masuk dan bertemu dengan air yang berasal dari sungai Kampar sehingga terjadi sebuah gelombang dengan kecepatan yang lumayan tinggi, serta menghasilkan sebuah suara seperti suara guntur dan suara angin yang kencang.

Pada saat musim pasang tinggi, gelombang yang ada di sungai Kampar ini dapat mencapai 4-6 meter, yang membentang dari tepi ke tepi dan menutupi keseluruhan badan dari sungai. Uniknya peristiwa ini terjadi setiap hari, siang ataupun di malam hari. Hal yang dapat menarik turis menuju objek wisata ini adalah kegiatan berenang, memancing, naik sampan, dan masih banyak kegiatan lainnya.

Wisata Bahari di Kabupaten Siak yang berada di propinsi Riau pulau Sumatera

Wisata Bahari di Kabupaten Siak adalah Danau Pulau Besar yang terletak di Desa Zamrud, Kecamatan Siak Sri Indrapura. Danau ini memiliki luas kurang lebih sekitar 28.000 Hektar, dan Danau Naga di Sungai Apit. Danau Bawah dan Danau Pulau Besar ini terletak dekat dengan lapangan minyak Zamrud, Kecamatan Siak. Tempat ini memiliki panoramaalam yang indah dan mengagumkan juga sangat menarik.

Di sekitar danau masih bisa ditemukan hutan yang alami dan masih asli. Kondisi dari danau ataupun hutan yang ada di sekitar danau memiliki status Suaka Marga Satwa yang luasnya kurang lebih mencapai 2.500 hektar, dan masih terdapat berbagai macam aneka ragam jenis satwa dan tumbuhan yang langka.

Sumber daya hayati yang ada di danau ini seperti pinang merah, ikan arwana dan ikan Balido yang juga termasuk kategori dilindungi. Keanekaragaman jenis satwa liar yang ada di Suaka Marga Satwa danau Pulau Besar dan danau Bawah merupakan kekayaan tersendiri dan sebagai sebuah objek wisata tirta di Daratan Riau.

Wisata Religi, Budaya dan Sejarah yang berada di propinsi Riau pulau Sumatera

Propinsi Riau juga memiliki berbagai macam jenis wisata religi, budaya maupun sejarah. Beberapa wisata religi, budaya, dan sejarah yang terkenal dari daerah Riau di antaranya adalah :

Wisata Religi

Haul Tuan Guru Sapat

Keluarga dari Keturanan Syekh Abdurrahman Siddiq beserta Masyarakat Kampung Sapat, Kec. Kuala Indragiri Hilir, Kab. Indragiri Hilir mengadakan Haul Tuan Guru Sapat. Acara yang di gelar pada satu tahun sekali ini sebagai bentuk pengghargaan kepada Sang Guru yang telah menyebarkan syariat islam di Bumi Indragiri.

Makam Syekh Abdurrahman Siddiq

Syekh Abdurrahman Siddiq merupakan salah seorang Ulama besar yang pernah menjadi Mufti di Kerajaan Indragiri terdahulu, karangan-karangan beliau yang sudah terkenal telah menjadikan beliau sebagai seorang Ulama yang sangat cerdas.

Dari kebesaran nama beliau lah yang menjadikan orang tidak pernah hentinya untuk berziarah dan mereka datang dari berbagi penjuru daerah. Ketika datang ke makam Syekh Abdurrahman Siddiq terletak di Kampung Sapat, Kec. Kuala Indragiri Kab. Indragiri Hilir adalah tempat untuk memanjatkan do'a dan tahlil sebagi bentuk penghargaan kepada Syekh Abdurrahman Siddiq dalam menyiarkan Syariat Islam.

Makam Syekh Burhanuddin Kampar

Makam Syech Burhanuddin terletak di Desa Kuntu, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar Riau, Sekarang telah dijadikan sebagai salah satu obyek wisata religius oleh Pemerintah Kabupaten Kampar dan makam itu juga ramai dikunjungi para peziarah dalam negeri ataupun luar negeri.

Wisata Budaya

Bakar Tongkang


Upacara Bakar Tongkang merupakan sebuah upacara tradisional dari masyarakat china yang berada di Ibu Kota kabupaten Rokan Hilir yaitu Bagansiapiapi.

Upacara ini juga disebut Go Ge Cap Lak yang berate 15 dan 16 bulan 5 penanggalan imlek, Namun Go Ge Cap Lak lebih terkenal dengan nama sebutan Upcara Bakar Tongkang. Even ini merupakan sebuah upacara pemujaan terhadap Dewa Kie Ong Ya dan Tai Sun Ong Ya yang dianggap sudah berjasa menjaga keselamatan rombongan dari orang-orang china yang menemukan Bagansiapiapi.

Menurut cerita dari rakyat setempat, rombongan perantau dari China ini berlayar untuk mencari daerah baru dengan jumplah beberapa perahu, yang akhirnya menemukan Bagansiapiapi. Ditempat inilah kemudian mereka bersepakat untuk bermukim. Sebagai tanda terimakasih kepada Dewa Kie Ong Ya dan Tai Sun Ong Ya, masyarakat China yang berada di Bagansiapiapi membakar replica kapal setiap tahunnya. Dan inilah yang kemudian dikenal dengan nama Upacara Bakar Tongkang.

Wisata Bersejarah

Masjid Raya Pekanbaru


Mesjid Raya Senapelan atau yang sekarang dikenal dengan Mesjid Raya Pekanbaru ini termasuk dalam salah satu cagar budaya yang memiliki nilai sejarah yang tinggi di Riau. Selain bersejarah tempat ini juga merupakan salah satu tempata wisata religius untuk umat agama Islam.

Sejarah dari Masjid Raya Pekanbaru
Mesjid ini pertama kali dibangun oleh Sultan Abdul Jalil Muazzam Syah pada tahun (1766-1780 M) yang dikenal sebagai marhum bukit, Raja Keempat dari Kerajaan Siak Sri Indrapura pada sekitar tahun 1762 M. Kemudian pembangunannya diteruskan kembali oleh Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah, Raja Kelima. Pada sekitar tahun 1775 M Marhum bukit lalu memindahkan ibukota kerajaan dari mempura ke senapelan. Beliau wafat pada tahun 1780. Senapelan adalah lokasi masjid raya. Hal ini merupakan salah satu cikal bakal pertama kalinya berdiri kota Pekanbaru semenjak berdirinya Masjid Raya ini.

Daftar Lengkap nama objek Tempat Wisata yang berada di propinsi riau adalah sebagai berikut :
  1. Alam Mayang
  2. Mal SKA
  3. Danau Limbungan
  4. Bandar Serai
  5. Kubang Zoo
  6. Pasar Bawah
  7. Stanum
  8. Masjid Jami' Air Tiris
  9. Pacu Jalur
  10. Air Terjun Guruh Gemurai
  11. Air Terjun Batangkuban
  12. Candi Muara Takus
  13. Istana Siak
  14. Taman Nasional Tesso Nilo
  15. Taman Nasional Bukit Tigapuluh
  16. Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit batu
  17. Istana Kesultanan Pelalawan
  18. Kepulauan Arwah
  19. Tugu Khatulistiwa Pangkalan Kuras
  20. Istana Kesultanan Indragiri
  21. Bakar Tongkang
  22. Bono Sungai Kampar
  23. Air Terjun Aek Marua
  24. Benteng Tujuh Lapis
  25. Pantai Selatbaru Bengkalis
  26. Pantai Rupat Utara
  27. Masjid An-Nur Pekanbaru
Untuk Daftar tempat Wisata di kepulauan Riau sebagai berikut :
  1. Pulau Penyengat
  2. Pantai Penat
  3. Pulau Bintan
  4. Gunung Ranai
  5. Sungai Sebong
  6. Pantai Trikora
  7. Gunung Bintan
  8. Air Terjun Temurun

Demikian daftar Wisata Alam yang berada di propinsi Riau pulau Sumatera

Instrumen Lagu Kebangkitan Melayu



Melayu tak hanya mengajarkan tentang adat, budaya, agama dan kesenian. Banyak sekali yang bisa kita dapatkan didalam mempelajari kebudaayan suku melayu.
Melayu Riau memiliki banyak sekali kekayaan seni. Terutama dibidang musik, sastra, tari dan sebagainya. Sebagai salah satu bentuk pelestarian budaya Riau, kami akan memberikan link diatas untuk berbagai informasi tentang salah satu instrumen lagu melayu di Riau berjudul "Kebangkitan Melayu" dari Kota Pekanbaru. 

Islamic Blog Templates

http://www.flytemplate.com/2015/03/50-free-collection-of-islamic-blogger.html

Tap the link to download blog templates with a great islamic design!
NASKAH DRAMA BATANG TUAKA
1.      Tuaka               :    Hilham Yatriendi
2.      Ibu                    :    Sri Mulyani
3.      Istri                   :    Michelle
4.      Saudagar          :    Novinsky Anatasya
5.      Anak Kapal      :    M. Rexy Dimas N.
6.      Narator            :    Dini Adhania
Alkisah, pada zaman dahulu kala, di daerah Indragiri, Riau, Indonesia, hiduplah seorang janda tua bersama anak laki-lakinya bernama Tuaka. Mereka hidup berdua di sebuah gubuk yang terletak di muara sebuah sungai (tepatnya di muara sungai Indragiri Hilir). Mereka tak punya sanak-saudara dan harta sedikit pun. Meskipun hidup miskin, mereka tetap saling menyayangi. Untuk hidup sehari-hari, Tuaka membantu emaknya mengumpulkan kayu api dari hutan-hutan di sekitar tempat tinggal mereka. Ayah Tuaka sudah lama meninggal dunia, dengan demikian emaknya harus bekerja keras menghidupi dirinya dan anak laki-lakinya, Tuaka.  
Suatu hari, Tuaka bersama emaknya pergi ke hutan di sekitar sungai. Mereka mencari kayu api untuk dijual dan untuk memasak sehari-hari. Setelah memperoleh kayu api cukup banyak, mereka berdua akhirnya pulang.
·         Ibu                         :    (membacakan syair ibarat)      
·         Tuaka                    :    “Alangkah merdunya suara emak. Kalau ananda boleh tau, apa
                                    gerangan judul dari syair itu, Mak?”
·         Ibu                         :    “Itu Syair Ibarat Khabar Kiamat dari daerah kita ni, Indragiri. Syair
                                    tu adalah buah karya dari KH Abdurrahman Siddiq.”
·         Tuaka                    :    “Suatu saat, ajari ananda tentang syair tersebut ya, Mak.”
·         Ibu                         :    “Bagus jika kamu punya niatan untuk mempelajari budaya kita
                                    tu. Nanti Mak bantu.”
·         Tuaka                    :    “Iyelah, Mak. Kalau bukan saya, salah satu pemuda daerah ni,
                                    siapa lagi yang akan menumbuhkembangkan budaya kita ni, Mak.”
·         Ibu                         :    “Iyelah tu. Dah siap mengmpulkan kayu ni?”
·         Tuaka                    :    “Sudah, Mak.”
·         Ibu                         :    “Kalau sudah, sekarang kita kembali ke rumah.”
·         Tuaka                    :    “Iya, Mak.”





Di tengah perjalanan pulang, Tuaka dan emaknya dikejutkan oleh suara desisan yang cukup keras. Ternyata, tak jauh dari mereka, dari arah tebing sungai tampak dua ekor ular besar sedang bertarung. Tampaknya mereka sedang memperebutkan sebuah benda.
·         Tuaka                    :    “Mak! Suara apa itu?”
·         Ibu                         :    “Nampaknya suara ular berdesis.”
·         Ibu                         :    “Tuaka, sembunyilah. Ternyata disana ada ular besar yang sedang
                                    berkelahi,”
Tuaka dan emaknya segera berlindung di balik sebuah pohon yang cukup besar. Dari balik pohon itu, Tuaka dan emaknya terus menyaksikan dua ekor ular itu saling bergumul dan belit-membelit.
·         Tuaka                    :    “Apa yang mereka perebutkan, Mak?”
·         Ibu                         :    “Mak juga tak tahu! Diamlah Tuaka, nanti mereka mengetahui
                                    keberadaan kita,”
Tak lama kemudian, perkelahian kedua ekor ular tersebut akhirnya usai. Tuaka dan emaknya keluar dari balik pohon, lalu mendekat ke tempat kejadian itu. Mereka mendapati salah satu ular sudah mati, sedangkan ular lainnya terluka. Ular yang terluka itu menggigit sebuah benda berkilau, yang ternyata adalah sebutir permata (kemala) yang sangat indah. Ular itu tampak kesakitan oleh luka-lukanya.
·         Tuaka                    :    “Mak, kasihan ular yang terluka itu. Mari kita tolong,”
·         Ibu                         :    “Ya, mari kita bawa pulang, supaya kita bisa obati di rumah,”
·         Tuaka                    :    “Iya, Mak.”
Tuaka memasukkan ular itu ke dalam karung yang dibawa emaknya, lalu membawanya pulang.
Sampai di rumah, Emak Tuaka segera mencari daun-daunan yang berkhasiat, menumbuknya, lalu membubuhkannya pada luka-luka di tubuh ular itu, sedangkan Tuaka membersihkan luka dan menjaga keadaan ular tersebut.
·         Ibu                         :    “Ini Mak sudah menumbuk daun-daunan untuk mengobati ular
                                    ini,”
·         Tuaka                    :    “Biar Tuaka yang membubuhkan obat untuk ular ini mak,”
·         Ibu                         :    “Semoga saja ular ini cepat pulih,”
·         Tuaka                    :    “Iya, Mak.”



Beberapa hari kemudian, ular yang sudah mulai sembuh itu tiba-tiba hilang dari keranjang. Permata yang selalu dia lindungi di dalam lingkaran badannya ditinggalkan di dalam keranjang. Tuaka dan emaknya terheran-heran.
·         Tuaka                    :    “Mak.. Mak..” (memamnggil-manggil Emak)
·         Ibu                         :    “Iyaa, Tuaka. Ada apa?”
·         Tuaka                    :    “Mak, kemana pergi ular kemarin tu?”
·         Ibu                         :    “Apa dikeranjangnya tidak ada?”
·         Tuaka                    :    “Tak ada, Mak. Tampaknya dia sudah sembuh dan pergi. Tapi,
                                    mengapa dia tinggalkan permata indahnya ini ya, Mak?”
·         Ibu                         :    “Ah, iya. Permatanya tidak dibawa.”
·         Ibu                         :    “Barangkali dia ingin berterimakasih kepada kita karena kita
                                    sudah menolongnya. “
·         Tuaka                    :    “Jadi, bagaimana dengan permata ini, Mak?”
·         Ibu                         :    “Sebaiknya permata ini kita jual kepada saudagar. Agar uangnya bisa kita gunakan untuk berjualan, dan kita tidak akan hidup miskin lagi.”
·         Tuaka                    :    “Baiklah kalau begitu, Mak. Besok pagi, Tuaka akan pergi ke
                                          Bandar untuk menawarkan permata indah ini kepada saudagar
                                          disana.”

Keesokan harinya, pergilah Tuaka ke Bandar. Sesampai disana, Tuaka berkeliling kesana-kemari mencari saudagar yang berani membeli permatanya dengan harga yang tinggi. Hampir semua saudagar di bandar itu ia tawarkan, namun tak ada yang berani membelinya. Tuaka pun mulai putus asa. Tuaka berniat membawa pulang permata itu kepada emaknya.

·         Tuaka                    :    “Kemana lagi aku harus menawarkan permata ini. Tidak ada
                                    satupun saudagar yang berani membeli permata ini dengan harga
                                    tinggi.”

Namun, ketika sampai di ujung bandar, tiba-tiba ia melihat seorang saudagar yang sepertinya belum ia tawarkan.

·         Tuaka                    :    “Permisi, Makcik.”
·         Saudagar               :    “Ya, ada apa gerangan?”
·         Tuaka                    :    “Saya datang kesini, hendak menawarkan sebuah permata indah
                                    Kepada Makcik. Barangkali Tuan berminat, silahkan dilihat
                                    Permata saya ini.”
·         Saudagar               :    “Elok sekali permata ini. Aku sangat ingin memilikinya.”
·         Tuaka                    :    “Kalau begitu, apalagi yang Nyonya tunggu? Nyonya hanya tinggal
                                    membayarnya,”
·         Saudagar               :    “Tapi, apa permata ini asli?”
·         Tuaka                    :    “Tentu saja, Makcik. Silahkan Makcik periksa sendiri.”
·         Saudagar               :    “Iyelah ni. Tapi uang yang aku bawa sekarang tidak cukup, Nak! Jika kamu mau, kamu boleh ikut saya ke Temasik untuk mengambil kekurangannya.”
·         Tuaka                    :    (Termenung sejenak)
·         Saudagar               :    “Jangan terlalu lama berfikir. Bagaimana, Nak?”
·         Tuaka                    :    “Baiklah, Nyonya. Saya akan ikut Nyonya untuk pergi ke Temasik.”
·         Saudagar               :    “Baiklah. Kalau begitu sekarang ananda ikut saya untuk mempersiapkan pelayaran ke Temasik.”

Setelah persiapan selesai, Tuaka pulang ke rumahnya untuk menceritakan masalah ini pada emaknya.

·         Tuaka                    :    “Begitulah ceritanya, Mak. Bagaimana menurut Emak?”
·         Ibu                         :    “Apa kamu yakin akan berlayar ke negeri orang tu?”
·         Tuaka                    :    “Tuaka yakin sekali, Mak. Mak setuju kan?”
·         Ibu                         :    “Mak takpapa, Nak. Ini pasti yang terbaik untuk kehidupan kita
                                    selanjutnya,”
·         Tuaka                    :    “Terima kasih banyak, Mak. Mohon doa restu dalam perjalanan Tuaka ini, Mak.”
·         Ibu                         :    “Sudah pasti, Ananda. Doa dan restu Mak selalu mendampingimu.”
Akhirnya, Tuaka dan saudagar kaya itu berlayar menuju Temasik. Sepanjang perjalanan, Tuaka tak henti-hentinya membayangkan betapa banyak uang yang akan diperolehnya nanti.
Setibanya di Temasik, sang Saudagar membayar uang pembelian permata kepada Tuaka. Karena uang yang berlimpah tersebut, Tuaka lupa kepada Emak dan kampung halamannya. Dia menetap di Temasik. Beberapa tahun kemudian dia telah menjadi saudagar kaya. Dia menikah dengan seorang gadis elok rupawan. Rumah Tuaka sangatlah megah, kapalnya pun banyak. Hidupnya bergelimang dengan kemewahan. Dia tak lagi peduli emaknya yang miskin dan hidup sendirian, entah makan entah tidak.



Suatu ketika, Tuaka mengajak istrinya berlayar. Kapal megah Tuaka berlabuh di sebuah daerah yang ternyata adalah kampung halaman Tuaka. Dan sebenarnya, Tuaka masih ingat dengan kampung halamannya itu.
·         Istri                        :    “Indah nian pemandangan laut ni ya Kakanda,”
·         Tuaka                    :    “Ya, benar sekali Adinda. Kita sangat membutuhkan liburan
                                    seperti ini. Menyegarkan pikiran dari kesibukan di Temasik yang
                                           sangat memusingkan kepalaku,”
·         Istri                        :    “Wahai Nakhoda. Dimanakah gerangan kapal ini akan
                                      berlabuh?”
·         Nakhoda               :    “Sebentar lagi kita akan berlabuh disebuah kampong disekitar
                                    sini, Makcik.”
·         Istri                        :    “Apa gerangan nama daerah tu, Nakhoda?”
·         Nakhoda               :    “Disinilah kita sudah Makcik. Saya ucapkan selamat datang di Indragiri. Kampong dengan alam yang belimpah.”
·         Istri                        :    “Belimpah? Memangnya apa yang menjadi potensi terbesar daerah ni, Nakhoda?”
·         Nakhoda               :    “Daerah ni punya kebon kelapa yang sangat luas membentang. Inilah yang menjadi penghasilan masyarakat dikampong ni, Makcik.”
·         Tuaka                    :    “Sudah, sudahlah tu. Nakhoda, cepat labuhkan kapal ni.”
·         Nakhoda               :    “Baik, Tuanku.”
Tapi ternyata, rupanya Tuaka enggan menceritakan kepada istrinya bahwa di kampung yang mereka singgahi tersebut emaknya masih hidup di sebuah gubuk tua. Dia tak mau istrinya mengetahui bahwa dirinya adalah anak seorang wanita yang sudah tua-renta dan miskin.
·         Tuaka                    :    (Termenung)
·         Istri                        :    “Wahai Kakanda. Mengapa gerangan engkau termenung diatas
                                    lautan seperti ini?”
·         Tuaka                    :    “Tidak ada apa-apa wahai Adinda.”
·         Istri                        :    “Ceritakan saja padaku, Kakanda.”
·         Tuaka                    :    “Tidak ada apa-apa Adinda, jangan mengkhawatirkanku.”
Sementara itu, berita kedatangan Tuaka terdengar pula oleh emaknya. Emaknya bergegas menyongsong kedatangan anak lelakinya yang bertahun-tahun tak terdengar kabar beritanya tersebut. Karena rindu tak terbendung ingin bertemu anaknya, emak Tuaka pun berlari mendekati kapal megah Tuaka.
·         Ibu                         :    “Tuaka! Tuaka! Wahai ananda, Ibu sangat merindukanmu!”
·         Istri                        :    “Wahai Tuaka! Siapa gerangan wanita tua itu? Mengapa dia
                                    menyebut Kakanda sebagai anaknya?”
·         Ibu                         :    (berteriak-teriak memanggil Tuaka)
Tuaka terkejut bukan kepalang melihat emaknya berteriak memanggilnya. Dia tahu wanita dengan pakaian compang-camping itu memang emaknya, tetapi dia tak sudi mengakuinya. Dia sangat malu pada istrinya.
·         Tuaka                    :    “Aku tidak mengenalnya!”
·         Istri                        :    “Tapi mengapa dia..” (terputus)
·         Tuaka                    :    “Sudah ku katakan aku tidak mengenalnya!”
·         Istri                        :    “Tapi kakanda..”
·         Tuaka                    :    “Sudah, jangan percaya padanya! Dia hanya seperti orang miskin lainnya yang memelas meminta dikasihani!”
·         Istri                        :    “Apa itu benar?”
·         Tuaka                    :    “Tentu saja. Percaya padaku!”
·         Tuaka                    :    “Pergi kau wahai wanita miskin!”
·         Ibu                         :    (menangis sesenggukan memanggil Tuaka)
·         Istri                        :    “Kalau begitu, hei kau orang tua! Jauhi kapal kami! Kami tidak sudi tubuhmu itu mengotori kapal ini!”
·         Tuaka                    :    “Pergi!”
Emak Tuaka sangat bersedih. Sambil menangis dia meratapi anaknya yang durhaka.
·         Ibu                         :    “Ya Allah. Ampunilah dosa Tuaka karena telah durhaka
                                    kepadaku. Berilah dia peringatan agar menyadari kesalahannya!”



Rupanya Tuhan mendengar doa Emak Tuaka. Sesaat setelah doa Emak Tuaka terucap, tiba-tiba Tuaka berubah menjadi seekor burung elang. Begitu pula istri Tuaka, dia berubah menjadi seekor burung punai. Emak Tuaka sangat terkejut dan sedih melihat anaknya berubah menjadi burung. Walaupun Tuaka telah menyakiti hatinya, sebagai seorang ibu ia sangat mencintai anaknya.
Burung elang dan burung punai tersebut terbang berputar-putar di atas muara sungai sambil menangis. Air mata kedua burung itu menetes, membentuk sungai kecil yang semakin lama semakin besar. Sungai itu kemudian diberi nama Sungai Tuaka. Kemudian oleh masyarakat setempat mengganti kata “sungai” ke dalam bahasa Melayu menjadi “batang”, sehingga nama “Sungai Tuaka” berubah menjadi “Batang Tuaka”. Sejak itu pula, daerah di sekitar muara sungai tersebut diberi nama Batang Tuaka yang kini dikenal dengan Kecamatan Batang Tuaka yang masuk dalam wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, Indonesia.
Masyarakat Melayu Indragiri, baik di hilir maupun hulu sungai, meyakini legenda ini benar-benar pernah terjadi pada zaman duhulu kala di sekitar muara sungai Indragiri. Jika ada suara jerit elang berkulik pada siang hari di sekitar muara Sungai Tuaka, masyarakat setempat meyakini bahwa suara burung tersebut sebagai penjelmaan Tuaka yang menjerit memohon ampun kepada emaknya.